Jumat, 10 Mei 2019

Polymerase Chain Reaction (PCR)



Polymerase Chain Reaction (PCR)
A.    Pengantar PCR
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Alat yang digunakan dalam reaksi penggandaan adalah mesin thermal cycler. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Gambar 1. mesin thermal cycler
Komponen utama dari PCR meliputi DNA cetakan, oligonukleotida primer, Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), enzim DNA polimerase, dan komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan. dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.

B.     Proses PCR
PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali siklus. Tahapan dalam PCR meliputi Pra-denaturasi DNA template, Denaturasi DNA template, Annealing (penempelan primer pada DNA template), Extention (pemanjangan primer), dan Post-extention (pemantapan). Pada tahap Pra-denaturasi DNA template komponen PCR dipreparasi dalam suatu tabung reaksi kemudian dipanaskan pada suhu 94 - 96selama 2 – 10 menit. Tahapan ini dilakukan untuk mengaktifkan enzim polimerase DNA dan mendenaturasi kontaminan dalam campuran. Selanjutnya tahap denaturasi yaitu  pemisahan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal melalui pemanasan pada suhu 93-95 yang berlangsung selama 30-90 detik untuk meyakinkan bahwa molekul DNA telah terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal.
Gambar 2. pemisahan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC – 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
Gambar 3. Tahap penempelan primer
Selanjutnya adalah tahap extension. Reaksi ini terjadi pada suhu 72oC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.  Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3’ dari potongan DNA yang dihasilkan. Tahap yang terakhir yaitu Extention. Proses ini bersifat optional yang dilakukan pada suhu 72 - 78 selama 5 – 15 menit. Proses tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa untai-untai DNA sepenuhnya telah diperpanjang. Produk kemudian disimpan pada suhu 4 - 15 untuk penyimpanan jangka pendek.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2n – 2n. Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan urutan target yang memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi). Apabila PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 – 2.20 = 1.048576 – 40 = 1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu untai ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya berupa satu untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan sebagai fragmen pelacak

C.    Aplikasi PCR
PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya isolasi gen, lingkungan, mikrobiologi, forensic, kesehatan, virology, mikrologi, dan lain sebagainya. Dalam bidang forensic PCR digunakan dalam identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
Teknik PCR telah menjadi alat diagnostik dan penelitian standar di bidang kedokteran gigi. PCR dan teknik biologi molekuler lainnya memungkinkan diagnosis mikroba infeksi yang menyebabkan infeksi maksilofasial. Ini membantu dalam manajemen yang efektif dari kondisi seperti penyakit periodontal, karies, kanker mulut, dan infeksi endodontik. Teknologi PCR juga telah menemukan aplikasi dalam mikologi dan parasitologi, dengan memungkinkan identifikasi awal mikroorganisme, sehingga membantu diagnosis yang efisien dan pengobatan infeksi jamur dan parasit. Aplikasi teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Menggunakan primer degenerate dan spesifik Gen AV1 untuk mendeteksi begomovirus pada tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tujuannya untuk mendeteksi begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat menggunakan teknik PCR dengan primer degenerate dan spesifik.
Aplikasi PCR dalam bidang mikrobiologi adalah deteksi bakteri Escherichia Coli dalam sampel air dengan metode Polymerase Chain Reaction menggunakan primer 16e1 dan 16e2. DNA genomik Escherichia coli diekstraksi menggunakan metode boiling, kemudian diamplifikasi menggunakan primer 16E1 dan 16E2. Hasil PCR positif Escherichia coli ditunjukkan dengan adanya fragmen DNA pada ukuran sekitar 584 pasang basa, pada gel elektroforesis. Metode yang digunakan yaitu:
     1) Penyiapan Template DNA Escherichia coli.
     2) Penyiapan Template DNA dari Sampel Air dengan Metode Boiling.
     3) Amplifikasi Template DNA dengan PCR.
     4) Analisis Hasil PCR dengan Elektroforesis Gel Agarosa.
     5) Deteksi Escherichia coli secara Konvensional menggunakan Media Perbenihan.
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya. Dalam sequencing DNA, Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar