Rabu, 12 Desember 2012

Cerita Kecilku

Kali ini aku akan bercerita sedikit tentang masa kecilku. Semua orang pasti akan ingat bagai manakah masa kecilnya dulu. Ya walau hanya sesuatu-sesuatu yang mengenang
Kalau orang-orang bilang saat aku kecil berbeda jauh sekali dengan aku yang sekarang. Ya, dengan label dulu yang disebut dengan “Anak Ragil” pasti akan berbeda perlakuan dengan kakak-kakaku yang lain. Kedua orang tuaku saat itu super sibuk (sampai saat ini sih…). Dengan ibuku yang menjadi guru sekolah di megelang, setiap hari nglaju dan bapakku yang setiap hari muter-muter Jogja dan sekitarnya sehingga waktu kecilya di urus kalau bahasa gaulnya oleh Baby sister. Walau sudah bukan bayi lagi.
Dengan adanya pengasuh ini ruang gerak bermainku jadi ga bebas. Sudah di jaga, di depan rumahpun dipasang gerbang ato apa namane untuk menutup aku agar gabisa kabur. Pernah suatu kali aku mau kabur melewati gerbang itu, badanku sudah bebas tapii kepalane nyangkut di gerbang itu. Jadiya ga bisa dibayangke nlingsep dan berita itu aja ampe masuk Koran lokal.
Tapi itu ga penting, yang ingin aku ceritakan adalah tentang Mas Hery. Mas Hery adalah mahasiswa, pengajar TPA yang di amanati bapak untuk mengajar aku. Maklum saja aku tinggal di kampung Blunyah redjo. Kampung yang dulunya banyak sekali maling bermunculan, mungkin sampe sekarang dan sekaligus pelopor berdirinya gang2 remaja yang ga jelas.
Dahulu rumahku depanya adalah lapangan. Dikenal dengan nama lapangan stm. Dahulu disana ada sebuah rumah tempat nongkrong maksiat2 gitu dan waktu kecil hobiku maen layangan jadi akrab sekali dengan orang2 yang nongkrong disana. Sehingga untuk mengantisipasi agar aku kecil tidak rusak Mas Hery solusinya.
Tapi kalau kata orang, yang baik cepat di panggil. Mungkin benar. Mas hery yang dikenal begitu santun dan sholeh dikabarkan meninggal, karna kecelakaan. Saat itu aku masih TK. Entah TK kecil atau besar aku gareti. Lah inti ceritanya disini, cerita ini juga hanya di certain oleh ibuku.
Jadi suatu ketika saat mas Hery akan di kubur, ibuku melihat aku berjalan menunduk ke bawah, sangat sedih lalu kata ibuku berpikir bahwa Kholid yang kecil itu shock berat, terpukul karna gurunya dan orang dekatnya itu meninggal.
Setelah itu ibuku mendekatiku dan memeluku dan berkata “kamu rag percaya nek Mas Hery meninggal???? Kok murung ndungkluk sedih tenan….”
Dan kata ibuku yang bilang padaku, aku menjawabnya dengan wajah polos seperti ini “sapa sek sedih, wong aku lagi ngoleki duit sek mau di uncal2ke” sampai saat ini ubuku masih tetap mengingatnya. Padahal aku gareti hhe.
Inilah salah satu pengalaman kecilku yang ga pernah dilupakan oleh ibuku. Ibuku sering sekali mengingatkan aku tentang cerita ini. Dan setiap kali ia cerita aku pasti sedikit tertawa dan malu2 hhe.