Kali ini aku akan bercerita
sedikit tentang masa kecilku. Semua orang pasti akan ingat bagai manakah masa
kecilnya dulu. Ya walau hanya sesuatu-sesuatu yang mengenang
Kalau orang-orang bilang saat aku
kecil berbeda jauh sekali dengan aku yang sekarang. Ya, dengan label dulu yang
disebut dengan “Anak Ragil” pasti akan berbeda perlakuan dengan kakak-kakaku
yang lain. Kedua orang tuaku saat itu super sibuk (sampai saat ini sih…).
Dengan ibuku yang menjadi guru sekolah di megelang, setiap hari nglaju dan bapakku
yang setiap hari muter-muter Jogja dan sekitarnya sehingga waktu kecilya di
urus kalau bahasa gaulnya oleh Baby sister. Walau sudah bukan bayi lagi.
Dengan adanya pengasuh ini ruang
gerak bermainku jadi ga bebas. Sudah di jaga, di depan rumahpun dipasang
gerbang ato apa namane untuk menutup aku agar gabisa kabur. Pernah suatu kali
aku mau kabur melewati gerbang itu, badanku sudah bebas tapii kepalane nyangkut
di gerbang itu. Jadiya ga bisa dibayangke nlingsep dan berita itu aja ampe
masuk Koran lokal.
Tapi itu ga penting, yang ingin
aku ceritakan adalah tentang Mas Hery. Mas Hery adalah mahasiswa, pengajar TPA
yang di amanati bapak untuk mengajar aku. Maklum saja aku tinggal di kampung
Blunyah redjo. Kampung yang dulunya banyak sekali maling bermunculan, mungkin
sampe sekarang dan sekaligus pelopor berdirinya gang2 remaja yang ga jelas.
Dahulu rumahku depanya adalah
lapangan. Dikenal dengan nama lapangan stm. Dahulu disana ada sebuah rumah
tempat nongkrong maksiat2 gitu dan waktu kecil hobiku maen layangan jadi akrab
sekali dengan orang2 yang nongkrong disana. Sehingga untuk mengantisipasi agar
aku kecil tidak rusak Mas Hery solusinya.
Tapi kalau kata orang, yang baik
cepat di panggil. Mungkin benar. Mas hery yang dikenal begitu santun dan sholeh
dikabarkan meninggal, karna kecelakaan. Saat itu aku masih TK. Entah TK kecil
atau besar aku gareti. Lah inti ceritanya disini, cerita ini juga hanya di
certain oleh ibuku.
Jadi suatu ketika saat mas Hery
akan di kubur, ibuku melihat aku berjalan menunduk ke bawah, sangat sedih lalu
kata ibuku berpikir bahwa Kholid yang kecil itu shock berat, terpukul karna
gurunya dan orang dekatnya itu meninggal.
Setelah itu ibuku mendekatiku dan
memeluku dan berkata “kamu rag percaya nek Mas Hery meninggal???? Kok murung
ndungkluk sedih tenan….”
Dan kata ibuku yang bilang
padaku, aku menjawabnya dengan wajah polos seperti ini “sapa sek sedih, wong
aku lagi ngoleki duit sek mau di uncal2ke” sampai saat ini ubuku masih tetap
mengingatnya. Padahal aku gareti hhe.
Inilah salah satu pengalaman
kecilku yang ga pernah dilupakan oleh ibuku. Ibuku sering sekali mengingatkan
aku tentang cerita ini. Dan setiap kali ia cerita aku pasti sedikit tertawa dan
malu2 hhe.