Jumat, 10 Mei 2019

LAJU REAKSI


A.   LAJU REAKSI

  Beberapa waktu yang lalu, kita sering mendengar cerita terjadinya ledakan bom di beberapa kota di Indonesia, seperti di Bali, Jakarta dan di kota-kota lainnya. Setelah diselidiki oleh yang berwenang ternyata bom yang meledak tersebut adalah bom rakitan manusia, bukan bom buatan mesin, bom buatan manusia yang berisi zat kimia mudah meledak.



 


Peristiwa meledaknya bom adalah peristiwa kimia yang berlangsung cepat. Kita tahu bahwa peristiwa kimia ada yang berlangsung cepat dan lambat. Perkaratan logam, reaksi dalam tubuh termasuk perisiwa kimia yang berjalan lambat.
Pembahasan tentang kecepatan reaksi disebut laju reaksi. Dalam laju reaksi ini dibahas cara menentukan laju reaksi dan orde reaksi dan faktor yang mempengaruhinya. Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi laju reaksi berguna dalam mengontrol kecepatan reaksi sesuai dengan yang diinginkan. Misalnya, diinginkan memperlambat laju pembusukan makanan oleh bakteri atau memperlambat produk tertentu dalam pabrik.

1.   KEMOLARAN
Perhatikan beberapa botol larutan asam, nitrat pekat atau larutan asam sulfat pekat yang terdapat dalam almari gas di laboratorium kimia anda. Pada botol asam nitrat pekat tertulis 14 M. Satuan yang menyatakan konsentrasi adalah molaritas, disingkat dengan notasi M. Lakukan percobaan berikut ini :
1.    Jika 1 mol NaOH padat dilarutkan ke dalam labu ukur yang berisi aquadest sampai volume larutan 1 liter. Untuk membuat 1 mol NaOH setara 40 gram NaOH.
2.    Sebanyak 5, 85 gram NaCl dilarutkan ke dalam labu ukur yang berisi aquadest sampai volumenya 1 liter dan di kocok. Maka kita dapatkan larutan NaCl dengan konsentrasi 0,1 Molar. (Ar Na = 23, Cl = 35,5)

2.   LAJU REAKSI
Telah kita ketahui bahwa reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan ada yang berlangsung lambat. Jalannya reaksi kimia disebut dengan istilah laju reaksi. Selanjutnya muncul pertanyaan, apa yang menyebabkan reaksi berlangsung cepat atau berlangsung lambat? Apa hubungan antara laju reaksi dengan waktu berlangsungnya reaksi?
Jika reaksi berlangsung cepat membutuhkan waktu kecil, tetapi jika berlangsung lambat maka waktu yang dibutuhkannya besar.
Peristiwa kimia yang dinyatakan dengan reaksi kimia adalah perubahan suatu zat menjadi zat lain atau perubahan zat pereaksi menjadi zat hasil reaksi. Perubahan tersebut dinyatakan dengan persamaan reaksi. Dalam persamaan reaksi, jumlah zat pereaksi dan jumlah hasil reaksi dapat dilihat dari koefisien reaksinya.
Misalnya pada proses Haber Bosch :
         N2(g)  +  3 H2(g)                2 NH3(g) 

Perhatikan reaksi di atas, tiap 1 mol gas nitrogen bereaksi dengan 3 mol gas hidrogen dan menghasilkan 2 mol gas amonia. Pada reaksi berlangsung, setiap saat konsentrasi gas N2 dan gas H2 berkurang sebaliknya konsentrasi gas NH3 bertambah. Berkurangnya konsentrasi H2 tiga kali berkurangnya laju N2 dan laju pembentukan NH3 dua kalo laju berkurangnya N2.
Setiap berkurangnya konsentrasi gas N2 per satuan waktu disebut laju reaksi gas N2, dinyatakan dengan :

demikian juga dengan laju reaksi gas H2, yaitu setiap berkurangnya konsentrasi gas H2 per satuan waktu, dinyatakan dalam :
                       
sebaliknya dengan gas NH3, setiap bertambahnya konsentrasi NH3 per satuan waktu, dinyatakan dalam :
                        
hubungan antara laju reaksi ini dapat dibuat persamaan sebagai berikut:
Tanda (-) menunjukkan berkurang dan tanda (+) menunjukkan bertambah.




Secara umum laju reaksi adalah :
§  Perubahan konsentrasi zat pereaksi dan zat hasil reaksi per satuan waktu.
§  Konsentrasi satuannya Molar.
      

Southern Blotting



Southern Blotting

A.    Pendahuluan
Blotting adalah suatu teknik memindahkan atau mentransfer DNA, RNA, atau protein ke dalam lembaran tipis/membran menggunakan proses elektroforesis gel. Secara umum teknik ini dibagi menjadi empat yaitu southern blotting, northern blotting, western blotting, dan easrtern blotting. Perbedaan dari empat macam teknik tersebut adalah apabila southern blotting digunakan untuk mendeteksi molekul DNA, nortern blotting untuk mendeteksi molekul RNA, western blotting untuk mendeteksi protein, dan eastern blotting untuk mendeteksi karbohidrat dan lemak.
Southern blotting adalah metode yang digunakan dalam biologi molekuler untuk mendeteksi urutan DNA spesifik dalam suatu sampel DNA. Metode ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari Inggris yang bernama Edward M. Southern, yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975 di Universitas Edinburgh. Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal dengan menggunakan DNA sebagai pelacak.
Prinsip dari southern blotting adalah kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase gerak diasumsikan akan membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan DNA negatif sedangkan muatan membran positif maka fragmen DNA akan menempel (blot) pada membran. Membran yang digunakan pada proses blot southern adalah membran nitroselulosa. Kunci dari metode ini adalah hibridisasi dimana proses pembentukan molekul DNA untai ganda antara probe DNA untai tunggal dan target DNA untai tunggal.
Komponen utama dari southern blotting terdiri atas DNA yaitu materi yang akan diidentifikasi, enzim restriksi yang berguna untuk memotong DNA menjadi fragmen-fragmen tertentu, DNA probe yaitu fragmen DNA sebagai pelacak gen, membran nitroselulosa yang digunakan sebagai tempat hasil jiplakan fragmen DNA dari gel agarosa, larutan buffer untuk membawa DNA dari gel dan meng-imobilisasi DNA pada membran, dan detector yang digunakan untuk melihat (mem-visualisasi) pola hibridisasi.
B.     Proses
Tahap awal dari southern blotting adalah Isolasi DNA.Isolasi DNA adalah suatu  proses pemisahan molekul DNA dari molekul-molekul lain di inti sel. Terdapat tiga tahapan dasar dan dua tahapan tambahan dalam prosedur isolasi DNA ini, yaitu preparasi ekstrak DNA (perusakan dinding sel dan lisis membran sel), purifikasi DNA, dan presipitasi DNA, serta pemisahan terhadap protein (dengan protease) dan RNA (dengan RNAse). Teknik ini diawali dengan perusakan dinding sel.  Pemecahan dinding sel dapat dilakukan secara kimiawi, misalnya dengan menggunakan enzim lisozim, etilen diamin tetra asetat (EDTA), atau kombinasi dari keduanya. Pada kondisi tertentu pemecahan dinding sel cukup dilakukan dengan lisozim dan EDTA, akan tetapi sering ditambahkan bahan lain yang dapat melisiskan dinding sel antara lain deterjen triton X-100 atau sodium dodesil sulfat (SDS). Setelah sel mengalami lisis, tahap selanjutnya adalah memisahkan debris sel dengan cara sentrifugasi. Komponen sel yang tidak larut diendapkan dengan sentrifugasi sehingga meninggalkan ekstrak sel dalam supernatan yang jernih
Proses selanjutnya adalah pemurnian (purifikasi) DNA. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan beberapa kontaminan seperti senyawa sekunder (fenol), polisakarida, RNA dan juga protein.  Pemurnian dari kontaminan protein dan RNA dilakukan menggunakan senyawa kloroform isoamilalkohol, asam asetat, dan enzim RNAse. Senyawa kloroform isoamilalkohol dan asam asetat berfungsi mendenaturasi protein sedangkan enzim RNAse berfungsi melisiskan RNA dari ekstrak DNA tersebut. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dilakukan presipitasi (pemekatan) dengan cara “presipitasi etanol”.
Tahapan kedua dari southern blotting adalah pemotongan dengan enzim restriksi. DNA hasil dari proses isolasi kemudian dipotong menggunakan enzim restriksi endonuklease tertentu yang dipilih dengan hati-hati. Hasil dari pemotongan DNA akan terbentuk fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil.
Tahapan ketiga adalah elektroforesis. Elektroforesis digunakan untuk memisahkan fragmen sesuai dengan ukuran. Fragmen-fragmen yang diperoleh dari hasil pemotongan DNA selanjutnya dipisahkan oleh elektroforesis pada gel  Gel yang biasa digunakan adalah agarosa. Gel agarosa adalah suatu polisakarida yang diekstraksi dari berbagai jenis ganggang merah, atau poliakrilamid yang mampu melakukan separasi DNA dengan kisaran ukuran yang luas. Dengan gel agarosa dapat dilakukan pemisahan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa (pb).

Tahap keempat yaitu denaturasi yaitu memindahkan fragmen restriksi yang terdapat dalam gel, didenaturasi menggunakan alkali. Proses ini mengakibatkan untai ganda DNA berubah menjadi untai tunggal seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.


Tahap kelima adalah memindahkan DNA ke membrane nitroselulosa. Fungsi dari memindah DNA dari gel ke membrane untuk membuat replica (blot), membrane biasanya terbuat dari nilon atau nitroselulosa. Pengikatan nilon (500 μg/cm) lebih banyak dibandingkan nitroselulosa (100 μg/cm). Nitroselulosa ideal untuk blotting protein dan asam nukleat. Setelah DNA dipindahkan ke membrane, untuk membuatnya menempel maka dapat dilakukan dengan cara pengeringan pada suhu sekitar 80℃ dan menyinari dengan sinar UV.
Tahap keenam yaitu menambah label  probe untuk hibridisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menginkubasi filter di bawah kondisi hibridisasi dengan DNA probe yang dilabeli secara spesifik. Selanjutnya Pelabelan dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu dengan bahan bersifat radioaktif (32P) ata non radioaktif (Biotin). Probe digunakan untuk mengidentifikasi fragmen DNA yang tertarik atau mendeteksi target yang spesifik. Probe dihibridisasi (kawin silang) dengan fragmen komplemen DNA.


Tahap ketujuh adalah pencucian. Probe yang berlebih akan terikat secara tidak spesifik pada membrane. Membran diinkubasi dengan larutan pencuci buffer yang mengandung NaCl untuk membuang kelebihan probe. Untuk tahap yang terakhir adalah autoradiografi. Jika probe bersifat radioaktif, partikel akan dipancarkan ketika terekspos pada film X-ray dengan autoradiograf. Deteksi biotin / streptavidin dilakukan dengan metode kolorimetri, dan visualisasi bioluminescent menggunakan luminesence. Akan ada bagian atau titik yang gelap pada film ketika probe terikat. Secara umum proses dari southern blotting dapat dilihat pada gambar di bawah ini:


C.    Aplikasi
Aplikasi dari southern blotting banyak digunakan dalam bidang kesehatan dan bidang rekayasa genetika. Dalam bidang kesehatan  studi pengembangan, uji forensik dan diagnostic dapat dilakukan dengan southern blotting.  Southern blots digunakan untuk penemuan, pemetaan, dan evolusi dari suatu gen. Dalam tingkat genetik untuk memodifikasi pada organisme, Southern blot digunakan sebagai test untuk memastikan bahwa bagian DNA tertentu mengenal urutan gen.
Pada tanaman, aplikasi southern blotting dilakukan pada rekayasa genetic. Dalam jurnal terdapat  contoh rekayasa genetic yang digunakan dalan tanaman. Salah satunya yaitu  perakitan tanaman transgenic tahan hama. Perakitan ini umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringien- sis (Bt). Pada tahun 1995, tanaman transgenik pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika Serikat, yaitu jagung hibrida yang mengandung gen cry IA(b), Maximizer, yang dibuat oleh Novartis, tanaman kapas yang mengandung gen cry IA(c), Bollgard, dan kentang yang mengandung gen cry 3A, Newleaf, yang dibuat oleh Monsanto. Konfirmasi keberadaan transgen serta kestabilannya dapat dilakukan dengan polymerase chain reaction (PCR) dan Southern-blot. Perbedaan dari keduanya adalah PCR hanya dapat menginformasikan ada atau tidaknya sekuen transgen sesuai dengan primer yang dipakai, sedangkan untuk mengetahui apakah seluruh basa yang ada dalam transgen ter- integrasi dalam genom tanaman perlu dilakukan Southern-blot. Southern blot juga dapat menginformasikan jumlah copy gen yang terintegrasi dan pengaturan kembali pada transgen setelah terintegrasi dalam genom tanaman.